Thursday, November 18, 2010

inilah amanah Tuhan padaku

Manusia mana yang tidak memiliki cita-cita? Bahkan seorang anak selokan pun punya cita-cita, meski sekadar untuk tidur di kasur yang empuk dan ruangan yang hangat.

Aku rasa aku termasuk seorang ambisius. Hal itu aku sadari saat membuka catatan kecil yang tersimpan rapi di dalam lemariku. Di sana tertulis daftar cita-citaku yang jika kalian membacanya pasti akan menertawakannya. Bahkan saat membacanya ulang, aku yang menjadi penulisnya pun tersenyum dan berdecak-decak sendiri. Tapi … apa salahnya? Ya, tak.

Sejak dulu, aku bermimpi bisa menjadi dokter jantung atau syaraf. Karena bagiku, jantung adalah ciptaan Tuhan yang maha dahsyat. Organ yang hanya berukuran sebesar kepalan tangan orang dewasa bisa bekerja tanpa henti. Kekuatannya untuk bekerja selama kita hidup itulah yang memotivasi diriku untuk lebih menggali dunia jantung. Lalu, dengan syaraf. Berhubung keponakan pertamaku memiliki kelainan syaraf pada otak kirinya, aku bertekad untuk mengetahui lebih lanjut tentang syaraf, suatu sistem sederhana yang berdampak besar bagi kelangsungan hidup kita.

Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Ia tidak menginginkanku untuk menjadi seorang dokter. Hiks… sedih memang, tapi inilah yang Tuhan mau. Sebagai hamba-Nya, aku hanya bisa pasrah dan menerima. Kini aku memang bergelut di dunia medis, tapi bukan di kedokteran. Allah, Tuhan yang (menurutku) gemar memberikan kejutan, memberikanku amanah lain. Kini aku calon seorang farmasis.

Mungkin banyak yang tidak kenal dengan farmasi, tapi setelah aku berada di dalamnya, aku tahu bahwa peranan seorang farmasis tidak kalah pentingnya dengan dokter.

Di sini, di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, aku mendapat banyak pelajaran dari-Nya yang diperantarakan melalui orang-orang yang ada di sekelilingku. Kini aku dapat sepenuhnya bersyukur atas kegagalan-kegagalan yang telah aku terima sebelum akhirnya aku ada di sini.

Melalui kegagalan ini aku menemukan apa yang aku inginkan, dan bisa aku pastikan aku tidak akan menerima semua ini jika Tuhan memberikanku kemudahan di awal.

Di sinilah aku bertemu dengan orang-orang hebat yang tak hanya menguasai dunia kesehatan, tapi juga memadukannya dengan agama. Yang membuat aku lebih kagum dengan teman-temanku, rata-rata di antara mereka memiliki keterpahaman yang baik tentang Islam dan al-qur’an. Bahkan saat membahas kesehatan dan prosedur pengobatan pun, mereka sempat-sempatnya menghubungkan dan membawa ayat-ayat al-qur’an dalam diskusi kami. Ckck.

Dan inilah saatnya aku merasa “bodoh”.

Umm… di saat inilah aku kembali merenung dan me-review alur perjalananku menuju tempat ini. Semakin aku menelaah skenario-Nya, aku semakin yakin bahwa Tuhan sayang pada hamba-Nya. Ya, sangat yakin!!

Jika saja Tuhan meluluskan aku di seleksi PMDK, aku tak menjamin aku akan tetap menjadi seperti dulu, seorang pelajar yang cuek dan tak suka menunjukan apa yang aku punya. Jika Tuhan mengabulkan doaku, aku tak menjamin aku tidak akan menjadi seorang mahasiswa yang besar kepala yang sombong dan sok pandai.

Sungguh!! Tahun ini adalah tahun terbesar yang aku rasakan. Mulai dari keterpurukan, Tuhan menuntunku menuju apa yang sebenarnya aku inginkan. Menjadi ahli medis muslim yang menggunakan metode Islam.

No comments:

Post a Comment